Katoliknews.com – SETARA Institut mendesak sejumlah tuntutan kepada Pemerintah Pusat buntut terus terulangnya peristiwa pembubaran jemaat yang sedang beribadat. Peristiwa terbaru terjadi di Gereja Kristen Kemah Daud (GKKD) di Bandar pada Minggu, 19 Februari lalu.
“Pemerintah Pusat hendaknya melakukan langkah progresif untuk membuktikan bahwa pemerintah memiliki komitmen dan kewibawaan dalam menegakkan jaminan hak konstitusional warga negara atas kebebasan beragama/berkeyakinan dan kebebasan untuk beribadah,” kata lembaga itu melalui pers rilis, Rabu 22 Februari.
Langkah konkret yang mereka minta adalah revisi PBM 2 Menteri, khususnya dengan mencabut syarat administratif dukungan 90 orang Jemaat dan 60 orang di luar Jemaat.
Juga, perubahan paradigma pengaturan peribadatan dan pendirian rumah ibadah dari pembatasan ke fasilitasi, dan pergeseran peran FKUB ke perwujudan dan pemeliharaan kerukunan dengan memperluas fungsi-fungsi kampanye toleransi, penyediaan ruang-ruang perjumpaan lintas agama, serta mitigasi dan resolusi konflik yang mengganggu kerukunan antar agama. Termasuk di dalamnya mediasi dan resolusi jika terjadi kasus penolakan peribadatan dan pendirian tempat dan rumah ibadah.
Selain itu, SETARA juga mendesak Pemerintah agar segera menarik perizinan pendirian tempat ibadah atau rumah ibadah menjadi kewenangan Pemerintah Pusat dengan mekanisme yang dipermudah dan disederhanakan di Kementerian Agama.
“Sebab urusan agama merupakan kewenangan absolut pemerintah pusat dan tidak didesentralisasikan sebagai urusan pemerintahan daerah,” kata lembaga itu.
Sebelumnya, video pelarangan dan pembubaran ibadah viral di media sosial.
Dalam video amatir yang direkam ponsel jemaat gereja terlihat beberapa warga, salah satunya Wawan sang ketua RT, masuk ke lokasi GKKD dengan melompat pagar.
“Sabar pak, ini lagi ibadah,” ujar seorang jemaat yang ada dalam video tersebut.
Seorang pria berkaus biru langsung mendobrak dan memaksa masuk ke dalam gereja serta menghentikan ibadah yang sedang berlangsung dengan menaiki mimbar.
Usai menghentikan aktivitas ibadah gereja, pria tersebut keluar bersama warga lainnya yang sudah menunggu di luar. Tampak pria itu juga menyerang perekam video.
Karena takut akan intimidasi dari warga dan ketua RT setempat, jemaat GKKD menghentikan ibadah.
“Gangguan dan pembubaran atas peribadatan yang dijamin oleh konstitusi, tidak dapat dibenarkan dengan alasan apa pun,” kata SETARA.
SETARA mencatat, peristiwa menyedihkan itu menandai berlanjutnya eskalasi gangguan dan penolakan atas peribadatan dan pendirian rumah ibadah.
Sebelumnya, di awal tahun ini, terjadi beberapa gangguan, penolakan, pembubaran peribadatan di sejumlah daerah, antara lain penyesatan dan pelarangan aktivitas keagamaan Ahmadiyah oleh Forkopimda Sintang, Kalimantan Barat pada 26 Januari.
Kemudian, penolakan dan pembubaran ibadah dialami Gereja Pantekosta di Indonesia (GPdI) Metland Cilengsi, Bogor pada 5 Februari; pelarangan beribadah Gereja Protestan Injili Nusantara (GPIN) Filadelfia Bandar Lampung pada 5 Fberuari; dan Pelarangan pembangunan sarana peribadatan Ahmadiyah di Parakansalak berdasarkan kesepakatan Bupati dan Forkopimda Sukabumi 2 Februari.
Rentetan peristiwa ini seakan bentuk pembangkang terhadap arahan Presiden dalam Rakornas Kepala Daerah dan Forkopimda pada 17 Januari 2023 lalu di Kabupaten Bogor,
Saat itu, Presiden Jokowi mewanti-wanti peserta Rakornas untuk menjamin kebebasan beribadah dan beragama warganya. Presiden Jokowi menegaskan bahwa kebebasan beribadah dijamin oleh UUD 1945, khususnya Pasal 29 ayat (2).
Yeri Lando
Komentar