RD Ardus Endi
(Imam Keuskupan Ruteng)
Selamat berhari Minggu untuk kita semua. Pada hari ini, kita memasuki Hari Minggu Paskah ke-IV. Bersamaan dengan ini, kita merayakan Hari Minggu Panggilan Se-dunia yang ke-60. Intensi khusus dalam perayaan ini adalah untuk mendoakan karya perutusan dan panggilan hidup kita masing-masing, terutama bagi mereka yang membaktikan seluruh dirinya bagi Allah, bagi Gereja dan umat Allah di seluruh dunia.
Melalui Sakramen Baptis kita semua dipanggil menjadi murid Kristus dan menjalankan karya perutusan yang satu dan sama, yakni pergi mewartakan Injil Kerajaan Allah kepada segenap makhluk dan ke seluruh dunia. Selain itu, kita juga diingatkan agar selalu setia dan tekun pada profesi dan karya pelayanan kita sesuai fungsi dan jabatan kita masing-masing.
Karena itu, pada hari ini dan juga sepanjang pekan ini, kita satu dalam ujud dan intensi yang sama untuk memohon belas kasih dan kerahiman Allah untuk meneguhkan kita semua agar tetap setia pada pilihan dan panggilan hidup kita masing-masing dan terutama untuk selalu berpartisipasi dalam menyukseskan karya misi perutusan Yesus Kristus, mewartakan Injil Kerajaan Allah kepada semua orang kapan dan di mana pun kita berada.
Pesan Sabda
Iman kita kembali diteguhkan melalui sapaan Sabda Tuhan lewat bacaan-bacaan suci hari ini. Inti terdalam dari keseluruhan bacaan suci hari ini adalah ajakan agar kita menjadi “PINTU” berkat bagi sesama. Pesan ini terinspirasi dari narasi Injil, di mana Yesus menyebut diri-Nya sebagai PINTU keselamatan. Nah, barangkali muncul pertanyaan: Apa maksud menjadi “PINTU” itu dalam konteks panggilan menjadi murid Kristus?
Tentu kita semua tahu apa itu pintu dan kegunaan serta fungsinya dalam kehidupan kita. Pintu itu adalah rangkaian hasil kreativitas manusia yang terbuat dari bahan dasar kayu atau papan atau besi yang didesign secara khusus untuk keperluan perumahan.
Istilah “pintu” sering kali disebut secara berbeda-beda oleh setiap orang, sesuai konteks bahasa dan kulturnya. Orang Inggris menggunakan istilah “door”. Orang Manggarai di Flores-NTT sering menyebutnya: “para” (para mbaru, para sekang, para loang). Dalam konteks masyarakat pengguna bahasa Yunani, dipakai 2 istilah ini untuk menyebut Pintu: (1) thyra yang berarti lubang yang memungkinkan orang masuk ke dalam suatu bangunan dan atau ke luar dari dalamnya, misalnya rumah, gereja, ruangan atau kamar. Istilah yang sama kadang-kadang menunjukkan pintu itu sendiri yang menutupi lubang itu. (2) Pyle. Pylon. Istilah ini lebih tepat dipakai untuk menyebut pintu gerbang besar, semacam portal, pintu gerbang untuk masuk ke satu kompleks atau kota tertentu dan biasanya selalu dipadukan dengan gapura.
Dalam narasi Injil Yoh. 10:1-10, Yesus secara amat jelas memperkenalkan identitas diri-Nya sebagai “PINTU”: “Akulah pintu, siapa saja yang masuk melalui Aku, ia akan diselamatkan. Ia akan masuk dan keluar, serta akan menemukan padang rumput” (10:9).
Pertanyaan kita adalah mengapa Yesus menyebut diri-Nya sebagai PINTU? Sekurang-kurangnya ada 2 hal yang melatarbelakangi mengapa Yesus menyebut diri-Nya sebagai Pintu.
Pertama: dari segi konteks. Dalam konteks masyarakat Yahudi zaman itu, pintu (rumah atau gerbang kota) menjadi sarana utama untuk menyelamatkan diri dari serangan perampok atau penjahat. Ketika rumah ditutup dengan pintu, ataupun gerbang kota ditutup maka semua penghuni akan terlindungi.
Selain itu, pintu juga menjadi sarana utama untuk membedakan seorang penjahat dan sahabat. Hal ini secara implisit digambarkan dalam narasi Injil tadi. Orang yang masuk atau keluar melalui pintu itu adalah gembala bagi domba-domba, dialah sahabat, dialah penjaga. Tetapi “siapa saja yang masuk ke dalam kandang domba tanpa melalui pintu, tetapi dengan memanjat dari tempat lain, ia adalah seorang pencuri dan seorang perampok” (Yoh. 10:1-2).
Jadi, sama seperti fungsi dari pintu itu untuk melindungi para penghuni rumah dan penjaga kota, demikianlah maksud Yesus ketika Ia menjadikan diri-Nya sebagai Pintu bagi semua orang. Ia datang untuk melindungi setiap orang yang percaya dan setia kepada-Nya. Ia datang untuk melayani dan menyelamatkan semua orang. Hal ini secara tegas Yesus sampaikan dalam Injil: “Aku datang supaya mereka mempunyai hidup dan mempunyainya dalam segala kelimpahan” (Yoh. 10:10).
Sebagaimana pintu dipakai sebagai sarana agar semua orang masuk ke dalam sebuah rumah dan memperoleh perlindungan, demikian Yesus menjadikan diri-Nya sebagai “Pintu” agar setiap kita dapat masuk ke dalam ruang keselamatan dan mengalami perjumpaan dengan Allah secara lebih intim. Inilah yang dimaksudkan Yesus ketika Ia bersabda: “Akulah Jalan dan Kebenaran dan hidup. Tidak ada seorang pun yang datang kepada Bapa, kalau tidak melalui Aku” (Yoh. 14:6).
Kedua: dari segi tujuan. Yesus menyebut diri-Nya sebagai “Pintu”. Sebutan itu sebetulnya dipakai agar semua orang dapat memahami misi perutusan Yesus di tengah dunia ini. Ia menggunakan bahasa, sarana, dan juga kebiasaan termasuk jenis bangunan yang kerapkali digunakan dalam masyarakat Yahudi zaman itu sehingga karya pewartaan-Nya dapat dengan mudah dimengerti dan dicerna oleh orang banyak yang mengikuti-Nya.
Pesan untuk Kita
Apa pesan untuk kita dari keseluruhan bacaan-bacaan suci hari ini? Berkaca pada teks Injil , ungkapan menjadi “PINTU” bagi kita berarti panggilan menjadi berkat, menjadi sarana atau tanda kehadiran Allah, menjadi pribadi yang berguna bagi banyak orang. Sama seperti Yesus, Sang Guru Agung kita, kita pun diajak untuk menjadi “Pintu” yang hidup dan berguna bagi sesama. Menjadi “pintu” yang mampu menyalurkan rahmat dan berkat bagi sesama, menjadi “pintu” yang mampu menjaga dan melindungi orang lain, bukannya menjelekkan apalagi menjatuhkan/menghancurkan orang lain.
Meskipun dalam lirik lagunya yang berjudul “AKU BUKAN PINTU”, Loela Drakel katakan:
Aku ini bukan pintu, yang slalu kau buka, kau tutup
Aku ini manusia, yang punya batas perasaan
Bagimu dirimu, bagiku diriku
Tetap berbeda.
Namun, sebagai pengikut Kristus kita mesti memiliki komitmen untuk berani mengatakan: “AKU INI ADALAH PINTU”. Kita mesti berani menjadi “PINTU yang hidup” yang mampu memberikan kelegaan dan kebahagiaan kepada sesama. Seluruh diri kita mesti menjadi sarana atau alat di tangan Allah untuk menunjukkan kasih kebaikan Allah bagi sesama. Untuk tujuan itu, kita mesti pertama-tama membebaskan diri dari keterbelengguan sikap egois lalu membuka pintu hati untuk berbagi dan bersolider dengan sesama.
Marilah dalam terang bacaan-bacaan suci hari ini, kita senantiasa mengikuti gerak hati Allah yang berbelas kasih. Kita semua dipanggil untuk menjadi perpanjangan tangan Tuhan menjaga dan melindungi sesama, termasuk menjamin kebahagiaan dan keselamatan sesama kita. Ingat bahwa setiap orang berhak bahagia. Masing-masing kita mesti menjamin hal itu. Hanya dengan cara demikian, kita hadir sebagai duta kasih Allah bagi sesama. Semoga Tuhan senantiasa memberkati kita semua. Amin.
Komentar