Katoliknews.com – Upaya pembangunan Gereja Paroki St Clara Bekasi Utara, Jawa Barat kembali mendapat penolakan keras dari sejumlah ormas Islam, Senin, 7 Maret.
Massa gabungan yang mencapai sekitar 600 orang menggelar aksi unjuk rasa di depan kantor Pemerintah Kota Bekasi, Jalan Ahmad Yani.
Mereka menuntut agar Wali Kota Bekasi mencabut surat izin pembangunan Gereja Santa Clara Bekasi Utara dicabut.
Apa alasan mereka? Ustaz Bernard Abdul Jabbar dari Forum Umat Islam selaku orator aksi tersebut menyampaikan tiga alasan.
“Pertama, karena Gereja Santa Clara berdiri di tengah-tengah pesantren yang ada di Bekasi Utara,” katanya seperti dilaporkan Republika.co.id.
Kedua, kata dia, ini menyangkut kearifan lokal karena sebagian besar penduduknya adalah Muslim.
“Ketiga, izinnya masih bermasalah, penipuan KTP dan sebagainya,” kata Ustaz Bernard.
Ustaz Bernard beralasan, proses pembangunan gereja sudah menjadi status quo, tetapi masih dilanjutkan.
Karena itu, pihaknya menuntut supaya izin pembangunan Gereja Santa Clara dicabut kembali oleh Wali Kota Bekasi. Aksi unjuk rasa penolakan gereja ini sudah dilakukan untuk kedua kalinya.
Para pengunjuk rasa juga mengklaim telah menyegel lokasi pembangunan gereja Santa Clara. Ustaz Bernard mengatakan, penyegelan ditandatangani Kapolsek Bekasi Utara, KH Ishomuddin, dan atas nama Umat Islam Bekasi.
Dalam aksi hari ini, mereka menemui Kepala Kesatuan Bangsa, Politik dan Perlindungan Masyarakat (Kesbangpol) Kota Bekasi, Momon Sulaiman.
Menanggapi tuntutan massa, Momon mengatakan, izin pembangunan gereja hanya dapat dicabut oleh Wali Kota Bekasi atau melalui proses pengadilan di PTUN.
Sebelum memberikan izin, lanjutnya, Pemkot Bekasi juga sudah melalui sejumlah prosedur, baik RT/RW, lurah, maupun camat.
“Wali Kota menandatangani izin pendirian gereja sebagai pejabat negara yang harus berdiri melayani publik dan tidak boleh melakukan diskriminasi,” katanya.
Proses pembangunan Gereja ini memang terus mendapat penolakan. Pada Agustus tahun lalu, setelah didemo ribuan massa, Wali Kota Bekasi Rahmat Effendi memutuskan untuk menghentikan pembangunan Gereja Katolik Santa Clara.
“Pemkot rekomendasikan tidak ada kecacatan hukum dalam proses perizinan Gereja Santa Clara, namun untuk sementara dalam status quo,” kata Rahmat seperti dikutip Antara, Senin, 10 Agustus.
Yang Rahmat maksud dengan status quo adalah aktivitas pembangunan gereja di lahan seluas 6.500 meter persegi itu dihentikan.
Rahmat mengatakan bila ada yang tidak puas, maka pihak tersebut bisa melakukan kajian ulang atau menggugat melalui lembaga peradilan.
“Kalau kebijakan kami masih menimbulkan interpretasi di tengah masyarakat, silakan lakukan kajian ulang. Ada status quo sampai ada putusan tetap,” katanya.
Sekretaris Dewan Nasional Setara Institute, Romo Antonius Benny Susetyo mengatakan bahwa Gereja Santa Clara sudah melalui semua proses perizinan dengan baik, sehingga seharusnya tidak perlu diverifikasi.
“Sudah ada persetujuan Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB), sudah disurvei,” kara Romo Benny kepada Rappler.
Dia juga membantah bahwa ada oknum yang membayar untuk mendapatkan tanda tangan. Apa yang dilakukan Pemerintah Bekasi menurutnya malah menimbulkan ketidakpastian hukum.
“Ketika pemerintah memberikan izin, mereka harus bertanggung jawab,” katanya. “Sudah 20 tahunan gereja itu mengajukan izin, dan baru keluar. Kalau orang dari luar protes, lalu izin dicabut, ini mengoyak kemajemukan. Penegak hukum kok jadinya tunduk pada pelaku kekerasan.”
Gereja Santa Clara, yang berdiri di atas lahan 5000 meter persegi ini, diharapkan akan menjadi tempat ibadah bagi sekitar 12 ribu umat.
Aria/Katoliknews.com
Komentar