Berita Terkait Gereja Katolik
Senin, 29 Mei 2023
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Dunia
  • Vatikan
  • Sosok
  • Opini
  • Katekese
  • Inspiratif
  • Nusantara
  • Dunia
  • Vatikan
  • Sosok
  • Opini
  • Katekese
  • Inspiratif
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Berita Terkait Gereja Katolik
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Home Antaragama

MUI: Muslim Haram Gunakan Artibut Non-Muslim

14 Desember 2016
in Antaragama, Headline, Natal, Nusantara, Pilihan Editor
0
MUI: Muslim Haram Gunakan Artibut Non-Muslim

Topi sinterklas, salah satu atribut Natal yang sering dipakai umat Muslim di Indonesia. Pada Rabu, 14 Desember 2016, MUI sudah menerbitkan fatwa yang mengharamkan umat Muslim memakai atribut keagamaan manapun. (Foto: Ist)

Katoliknews.com – Majelis Ulama Indonesia (MUI) kembali mengeluarkan fatwah baru, yang berisi larangan bagi umat Muslim mengenakan atribut keagamaan non-Muslim.

Fatwa ini muncul di tengah persiapan umat Kristiani menyambut Natal tahun ini.

Dalam putusannya, MUI menyatakan, “menggunakan atribut keagamaan nonmuslim adalah haram. Mengajak dan/atau memerintahkan penggunaan atribut keagamaan nonmuslim adalah haram.”

Fatwa itu dibacakan oleh Sekretaris Komisi Fatwa MUI Asrorun Niam pada Rabu, 14 Desember 2016.

BacaJuga

Skandal Natal: Moralitas pada Sebatang Pohon

Alumni Driyarkara Berbagi dengan Anak-Anak PA Kasih Mandiri Bersinar

Kemenag Terbitkan Aturan Perayaan Natal

Natal dan Solidaritas di Tengah Pandemi COVID-19

“Fatwa ini berlaku pada tanggal ditetapkan, dengan ketentuan jika di kemudian hari ternyata dibutuhkan perbaikan, akan diperbaiki dan disempurnakan sebagaimana mestinya. Agar setiap muslim dan pihak-pihak yang memerlukan dapat mengetahuinya, menghimbau semua pihak untuk menyebarluaskan fatwa ini,” kata Asrorun.

Ia menjelaskan, atribut keagamaan yang dimaksud adalah sesuatu yang dipakai dan digunakan sebagai identitas, ciri khas atau tanda tertentu dari suatu agama dan/atau umat beragama tertentu, baik terkait dengan keyakinan, ritual ibadah, maupun tradisi dari agama tertentu.

Ia menjelaskan, ada sejumlah pertimbangan MUI terkait fatwa itu.

Pertama, menurutnya, di masyarakat terjadi fenomena di mana saat peringatan hari besar agama non-Islam, sebagian umat Islam atas nama toleransi dan persahabatan, menggunakan atribut dan/atau simbol keagamaan nonmuslim yang berdampak pada siar keagamaan mereka.

Kedua, bahwa untuk memeriahkan kegiatan keagamaan non-Islam, ada sebagian pemilik usaha seperti hotel, super market, departemen store, restoran dan lain sebagainya, bahkan kantor pemerintahan mengharuskan karyawannya, termasuk yang muslim untuk menggunakan atribut keagamaan dari non-muslim.

Ketiga, bahwa terhadap masalah tersebut, muncul pertanyaan mengenai hukum menggunakan atribut keagamaan non-muslim.

Oleh karena itu, jelasnya, dipandang perlu menetapkan fatwa tentang hukum menggunakan atribut keagamaan non-muslim guna dijadikan pedoman.

Fatwa itu, jelas Asrorun juga disertai dengan enam poin rekomendasi, antara lain, pertama, umat Islam agar tetap menjaga kerukunan hidup antara umat beragama dan memelihara harmonis kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara tanpa menodai ajaran agama, serta tidak mencampuradukkan antara akidah dan ibadah Islam dengan keyakinan agama lain.

Kedua, umat Islam agar saling menghormati keyakinan dan kepercayaan setiap agama. Salah satu wujud toleransi adalah menghargai kebebasan non-muslim dalam menjalankan ibadahnya, bukan dengan saling mengakui kebenaran teologis.

Ketiga, umat Islam agar memilih jenis usaha yang baik dan halal, serta tidak memproduksi, memberikan, dan/atau memperjualbelikan atribut keagamaan non-muslim.

Keempat, pimpinan perusahaan agar menjamin hak umat Islam dalam menjalankan agama sesuai keyakinannya, menghormati keyakinan keagamaannya, dan tidak memaksakan kehendak untuk menggunakan atribut keagamaan non-muslim kepada karyawan muslim.

Kelima, pemerintah wajib memberikan perlindungan kepada umat Islam sebagai warga negara untuk dapat menjalankan keyakinan dan syari’at agamanya secara murni dan benar serta menjaga toleransi beragama.

Keenam, pemerintah wajib mencegah, mengawasi, dan menindak pihak-pihak yang membuat peraturan (termasuk ikatan/kontrak kerja) dan/atau melakukan ajakan, pemaksaan, dan tekanan kepada pegawai atau karyawan muslim untuk melakukan perbuatan yang bertentangan dengan ajaran agama seperti aturan dan pemaksaan penggunaan atribut keagamaan non-muslim kepada umat Islam.

Katoliknews

Artikel Berikut
George Junus Aditjondro: Konsisten dan Militan Mengkritik Penguasa

George Junus Aditjondro: Konsisten dan Militan Mengkritik Penguasa

TPDI: Proses Peradilan Kasus Ahok Mesti Bebas dari Tekanan

Pasca Insiden Sabu, Polri Diminta Jamin Keamanan di NTT

Komentar

Berita Terkait Gereja Katolik

Katoliknews.com menyajikan berita-berita tentang Gereja Katolik dan hal-hal yang terkait dengannya, baik di Indonesia maupun di belahan dunia lain.

Artikel Terbaru

  • Tujuh Kutipan Kitab Suci yang Menarik untuk Momen Pernikahan Anda
  • Paroki St. Michael Beanio Gelar Kursus Persiapan Perkawinan Katolik, Diikuti Puluhan Pasangan

Ikuti Kami

Facebook Twitter Instagram

Tentang Kami

  • Tentang Kami
  • Kirim Tulisan
  • Pedoman Media Siber
  • Iklan dan Partner
  • Kontak

© Katoliknews.com

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Dunia
  • Vatikan
  • Sosok
  • Opini
  • Katekese
  • Inspiratif

© 2020 Katoliknews

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In