Oleh: GERARDUS KUMA
Natal datang lagi. Hari yang dinantikan oleh umat Katolik selama Masa Adven telah tiba. Penantian akan kehadiran Sang Juru Selamat kini telah terpenuhi. 25 Desember, hari yang dinanti itu adalah hari lahirnya Yesus Kristus.
Natal adalah momen di mana Tuhan menggenapi janji-Nya bagi manusia. Allah mengutus Putra-Nya untuk membebaskan dan mengangkat manusia dari lumpur dosa. Sabda telah menjadi daging dan tinggal di antara kita. Kedatangan-Nya membawa damai dan kegembiraan; sukacita dan pengharapan.
Natal adalah tanda keberpihakan Tuhan pada manusia. Tuhan tidak membiarkan manusia berjalan sendiri dalam kegelapan dosa. Kedatangan Tuhan lewat Peristiwa Natal menunjukkan bahwa Allah bukanlah Tuhan duduk jauh di singgasana kerajaan-Nya. Ia adalah Allah yang terlibat dan dekat dengan persoalan hidup manusia. Walau manusia telah jatuh dalam dosa, Tuhan tidak membiarkan manusia untuk berjuang sendiri. Dia adalah Allah yang solider. Allah itu ada di sini dan kini (hit et nunc).
Setiap kali merayakan Natal, ada beberapa momen penting yang dicatat dari peristiwa kelahiran Isa Almasi ini.
Pertama, pulang. Dikisahkan bahwa Peristiwa Natal tidak terlepas dari kepulangan Yusuf ke daerah asalnya. Bersama Maria tunangannya, mereka berdua yang saat itu berada di Nazareth, kampung halaman Maria harus melakukan perjalanan kembali ke Betlehem, kota asal Yusuf.
Kedua, penolakan. Kepulangan Yusuf ke “rumahnya” tidak dilalui dengan mudah. Yusuf harus menerima kenyataan penolakan. Ia ditolak di tanah asalnya sendiri. Tidak ada rumah yang sudi membukakan pintu sebagai tumpangan bagi Yusuf dan Maria.
Ketiga, kesederhanaan. Yesus Sang Juru Selamat dilahir di kandang hewan. Ketika dilahirkan, Ia hanya dibungkus dengan kain lampin dan dibaringkan di dalam palungan. Kandang hewan dan palungan adalah simbol kesederhaan.
Keempat, kesetaraan. Para gembala adalah orang pertama yang menerima kabar gembira bagi dunia. Melalui malaikat, mereka menerima kabar tersebut. Gembala adalah potret orang-orang miskin, lemah, dan sederhana. Tuhan memilih para gembala sebagai penerima pertama kabar gembira karena bagi Tuhan semua manusia adalah sama.
Bila mengenang perayaan Natal sejak kecil di kampung, sambutan terhadap hari Natal selalu berubah dari waktu ke waktu. Saat kecil dulu, ketika Natal tiba, pembuatan kandang Natal adalah momen yang paling ditunggu. Setiap tahun bentuk kandang Natal selalu berubah. Kadang dibuatkan dari susunan ranting-ranting pohon bakau. Di lain waktu dibuatkan kandang dari bambu yang diatapi daun kelapa. Tugas kami sebagai anak-anak adalah mencabut rumput sebagai alas kandang. Lalu berebutan mengambil patung Santu Yusuf, Bunda Maria, Tuhan Yesus, malaikat, gembala dan hewan untuk diletakkan di dalam kandang Natal.
Kini, selain kandang Natal, juga dibuat pohon Natal. Kandang dan pohon Natal ini tidak hanya dibuat di gereja tetapi juga di rumah-rumah umat; setiap sudut-sudut gang/lorong. Perayaan Natal pun semakin semarak dengan kerlap-kerlip warna lampu.
Natal kini telah tiba. Tahun 2020, perayaan Natal berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya. Natal yang adalah peristiwa gembira harus dirayakan dalam suasana duka di tengah situasi dunia yang masih mencekam akibat meninggalnya jutaan manusia karena serangan virus corona.
Perayaan Natal di tengah serangan COVID-19 ini menghadirkan beberapa moment yang sama dengan peristiwa kelahiran Yesus Kristus 2020 tahun lalu.
Pertama, kembali ke rumah. Salah satu upaya menangkal peyebaran virus corona yang terus menggila adalah dengan kembali ke rumah. Larangan untuk berkerumun memaksa orang untuk tetap berada di rumah. semua kegiatan harus dijalankan dari rumah. Momen ini mengingatkan kita ketika Yusuf harus kembali ke rumah, tanah asalnya Betlehem.
Kedua, kesetaraan. Serangan virus corona menyasar siapa saja. Virus ini tidak memilih-milih sasaran. Baik laki-laki atau perempuan, tua atau muda, anak-anak atau dewasa, kaya atau miskin, pejabat atau rakyat biasa semua berpotensi terinfeksi. Di hadapan virus corona, tidak ada manusia yang lebih hebat dari yang lainnya. Serangan virus tanpa membeda-bedakan ini menunjukkan bahwa semua manusia adalah setara. Hal mana juga telah ditunjukkan Tuhan dengan memilih para gembala sebagai penerima pertama kabar gembira kelahiran Yesus.
Ketiga, penolakan. Di masa pandemi Covid-19 ini, kita melihat, mengalami atau melakukan penolakan terhadap sesama saudara yang terinfeksi. Di saat-saat sulit ini, mereka yang terpapar Covid-19 ada yang mengalami pengucilan. Di tolak untuk kembali ke rumah, atau kampung halamannya. Penolakan ini mengingatkan kita akan apa yang dialami Yusuf dan Maria ketika meminta tumpangan di rumah-rumah penduduk.
Tahun ini, KWI menetapkan tema Natal “Mereka akan menamai Dia, Imanuel” yang artinya Allah beserta kita. Tema ini membangkitkan optimisme iman umat Katolik bahwa di tengah pandemi COVID-19 yang melanda dunia saat ini, Allah tetap setia bersama umat-Nya. Ia tidak akan meninggalkan kita.
Bila Allah tetap setia bersama kita di masa pandemik COVID-19 ini, manusia juga dituntut untuk harus setia pada Dia yang mengutus Putra-Nya untuk keselamatan dunia. Kesetiaan ini dapat dinyatakan dalam sikap solider terhadapa sesama. Solidaritas mesti harus terus dipupuk di tengah serangan virus yang terus mengancam manusia. Hanya dengan solidariats, mengikuti semua protokol kesehatan dan menjalankan 3M: mencuci tangan, menjaga jarak dan memakai masker, pandemi COVID-19 dapat dihadapi bersama.
Perayaan Natal di tengah pandemi akan bermakna bila kita menghayati pesan solidaritas yang telah ditunjukkan Yesus dengan rela meninggalkan singgasana dan menanggalkan kemahakuasaan-Nya serta rela menjalani ziarah hidup bersama manusia di dunia.
Salam Damai Natal 2020.
Penulis lahir di Leuwayan, Lembata, NTT. Ia menyelesaikan pendidikan tinggi di STKIP St. Paulus (kini Universitas Katolik Indonesia St. Paulus) Ruteng, Flores. Ia mengabdi sebagai guru di SMPN 3 Wulanggitang, Hewa, Flores Timur.
Komentar