Katoliknews.com – Saban pagi, Valentina Sartinah meninggalkan rumahnya menuju Puskesmas Sedayu II, Bantul, Yogyakarta, tempatnya bekerja.
Pergi dari rumahnya yang berada di daerah Wates, Gamping, Sleman setiap pukul 07.00 WIB, ia mengendarai sepeda motornya dengan jarak tempuh sekitar enam kilometer.
Usia yang sudah 55 tahun tidak mengurangi semangatnya untuk bekerja.
Seperti perawat pada umumnya yang bekerja di masa pandemi COVID-19 ini, setibanya di Puskesmas, ia segera mengenakan alat pelindung diri (APD) yang menutup ujung kaki hingga ujung rambutnya.
“Nano-nano rasanya, pengap, panas, dan tidak betah kalau kerja pakai APD. Tapi apa boleh buat, itu adalah keharusan,” kata Sartinah, ibu dua anak yang sudah 36 tahun menggeluti dunia medis.
“Kalau tidak memakai APD tentu akan berbahaya bagi diri saya dan orang lain,“ katanya.
Karena pakaian yang menutup seluruh bagian tubuhnya itu, ia pun berusaha cermat mengatur pola makan dan minum agar selama bekerja tidak ke toilet.
Kalau harus ke toilet, ia mesti melepas APD, hal yang cukup memakan waktu, sementara pengunjung Puskemas selalu banyak.
Kostum yang ia harus kenakan tiap hari itu baru dilepas pada pukul 14.00, saat jam kerja usai.
Setelah itu, ia harus membersihkan seluruh tubuhnya dengan sabun berkali-kali, demi memastikan semua kuman dan bakteri mati dan saat kembali ke rumah, ia pastikan dalam keadaan aman.
“Semua itu adalah pilihan yang harus dilakukan dan ditaati. Mau tidak mau, bukan hanya untuk menjaga diri saya supaya tidak terpapar virus namun juga saling menjaga agar tidak membawa virus bagi orang lain,“ kata Sartinah.
Di tempatnya bekerja, semua petugas medis memang diminta untuk secara ketat mengikuti protokol kesehatan.
Iman Sumber Kekuatan
Sartinah menjelaskan, setiap pekerjaan pasti punya resiko, termasuk sebagai perawat.
Bekerja dengan kebiasaan-kebiasaan baru yang dituntut bagi profesinya saat ini, bagi Sartinah, memang tidaklah mudah.
Ia mengaku, kadang mengeluh dan merasa lelah.
Dalam situasi seperti itu, katanya, imannya sebagai orang Katoliklah yang memberi ia kekuatan untuk terus bertekad melayani sesama.
“Iman yang menguatkan saya,” katanya.
“Saya sadar betul pekerjaan saya adalah untuk melayani sesama,“ tambahnya.
Sartinah mengatakan, ia memegang prinsip bahwa lewat dirinya Tuhan sendiri berkarya dan karena itu ia hanyalah alat di tangan Tuhan.
Ia juga mengaku, mengabdikan diri sebaik mungkin terhadap tugas adalah bagian dari upaya mewariskan cerita baik kepada anak-anaknya.
Dengan melihat ia berusaha maksimal dan total dalam panggilan sebagai perawat, kata dia, anak-anaknya diharapkan bisa menjadikan hal itu sebagai hal yang menginspirasi bagi hidup mereka.
Untuk terus memupuk iman, Sartinah mengaku setiap malam menyempatkan waktu berdoa bersama keluarganya.
Selama bulan Mei lalu, setiap malam, mereka tidak melewatkan kesempatan berdoa Rosario bersama.
Saat ini, Sartinah juga aktif dalam kehidupan menggereja.
Sejak tahun lalu, lulusan D3 Keperawatan di Karya Bhakti Husada, Bantul tahun 2006 ini mendedikasikan diri sebagai Ketua Tim Kesehatan di parokinya, Maria Assumpta Gamping, Yogyakarta.
Pentingnya Menaati Protokol Kesehatan
Mengingat pandemi ini belum selesai dan jumlah kasus masih terus meningkat setiap hari, Sartinah berharap setiap orang menumbuhkan kesadaran dalam diri untuk mematuhi protokol kesehatan.
Ia mengaku menyayangkan orang-orang yang menganggap remeh dan tidak peduli pada upaya-upaya preventif bagi penyebaran virus.
“Menahan diri jauh lebih baik daripada gegabah dalam bertindak,” kata Sartinah yang kini tecatat sebagai salah satu pengurus Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) Komisariat V.
“Setidaknya kita bisa menjaga diri sendiri untuk tetap di rumah jika tidak ada keperluan mendesak.“ tambahnya.
Laporan Vincensia Enggar Larasati
Komentar