Katoliknews.com – Ratusan orang itu berkumpul bersama di bawah tenda yang digelar di pinggiran Kali Semarang di kawasa Kebon Dalem, Semarang, Jawa Tengah, Senin, 29 Juni 2015.
Mereka mayoritas beragama Islam, namun banyak juga pemeluk agama Katolik. Sejumlah biarawati Katolik juga nampak hadir. Sementara para musisi berseragam merah memegang alat musik Tiongkok berasal dari kalangan Khonghucu.
Mereka semua menantikan kedatangan Shinta Nuriyah Abdurrahman Wahid, istri mendiang Gus Dur (Bapak Tionghoa Indonesia dan juga presiden ke-4 Indonesia).
Acara itu bertajuk sahur bersama Shinta Nuriyah dengan warga Semarang dari kaum miskin, anak-anak jalanan, dan penduduk sekitar kawasan tersebut.
Yang menjadi tuan rumah adalah para umat Katolik di Paroki Gereja Kabon Dalem Semarang yang dipimpin oleh Romo Aloysius Budi Purnomo.
“Di sini saya melihat Indonesia seutuhnya. Ada banyak pemeluk agama yang datang bersama untuk sahur bersama kita yang beragama Islam. Itu merupakan bentuk penghormatan kaum dari agama selain Islam kepada kita kaum Muslim yang sedang menjalankan ibadah puasa. Di sini saya melihat keindahan pelangi, wajah Indonesia,” kata Shinta Nuriyah, seperti dilansir sinarharapan.co.
Shinta mengaku telah melakukan safari buka dan sahur bersama kaum yang terpinggirkan, kalangan tukang becak, penjual sayur, kaum miskin, kaum tuna wisma sejak 15 tahun lalu.
“Sejak Gus Dur menjabat sebagai presiden, saya sahur bersama mereka di bawah kolong jembatan, di pasar, dan di mana saja. Coba bayangkan bila warna pelangi itu hilang satu saja, maka keindahannya akan sirna. Oleh karena itu dengan sahur bersama ini mari kita wujudkan persatuan itu. Ini adalah ungkapan persatuan yang indah itu,” ujar Shinta.
Romo Budi sebagai tuan rumah acara itu mengaku telah menyebarkan 400 undangan kepada seluruh kalangan, terutama penduduk di sekitar Kebon Dalem. “Ini adalah sebagai bentuk untuk mempererat tali silaturahmi,” katanya.
Acara itu juga dihadiri ulama Kyai Budi Harjono, pengasuh Pondok Pesantren Al-Ishlah yang membawa serta para santrinya untuk menampilkan Tarian Sufi. Tarian itu dilakukan dengan gerakan memutarkan tubuh secara terus-menerus sehingga pakaian jubah (mirip rok panjang) berkibar membentuk lingkaran besar.
Saat para penari Sufi itu bergerak, alunan musik Tiongkok dari grup Boan Hian Tong Musik Lam Kwan dengan berbagai tembang mengiringi. Bahkan saat Shinta Nuriyah telah tiba, Romo Budi mengalunkan tembang Tamba Ati lewat tiupan saxophone-nya, sementara Kyai Budi Harjono melantunkan syair tersebut. Grup rebana Assalam mengiringi mereka berdua. Dan empat penari Sufi kembali tampil.
“Ini baru pertama kali saya melihat secara langsung tarian Sufi. Dan baru pertama kali pula saya mengikuti acara Sahur Bersama,” kata biarawati Suster Xaveria (77 tahun).
Shinta Nuriyah mengaku, ia pada Ramadan ini berkeliling Pulau Jawa. “Satu hari pasti ada dua acara. Buka bersama di satu wilayah, sahurnya di wilayah lain. Permintaan untuk acara buka dan sahur bersama sudah ada sejak tiga bulan lalu. Kami harus memilih, tidak semua permintaan bisa terlayani karena Ramadan hanya 30 hari. Untuk luar Pulau Jawa pun saya hanya bisa memenuhi dua kota,” katanya.
Dalam acara itu juga digelar dialog antara Shinta Nuriyah dengan hadirin. Mereka yang bertanya dari berbagai kalangan, baik dari Muslim, Katolik, hingga Khonghucu.
Komentar