Katoliknews.com – Komunitas Diaspora Flobamora, Nusa Tenggara Timur (NTT) di Jakarta dan Badan Nasional Penanggulangan Teroris (BNPT) sepakat membangun kerja sama dalam upaya menjaga Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dari bahaya radikalisme, intoleransi, dan terorisme.
Kesepakatan ini terbangun dalam dialog sejumlah tokoh yang tergabung dalam Forum Keadilan dan Kesetaraan Masyarakat Flobamora -NTT (FKKMF-NTT) dengan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Teroris (BNPT) Komjen Pol Boy Rafli Amar di Kantor BNPT Jakarta, Selasa (6/10) siang.
Forum ini diwakili Willyam Nuwa Wea, Petrus Selestinus, Hilarius Bame, Ignatius, Didi Nong Say, Audi Nena Wea dan Friedrick Batari.
“Kami berkomitmen untuk ambil bagian dalam peran mencegah radikalisme dengan menjadi mitra BNPT, karena tugas berat BNPT dalam memberantas terorisme memerlukan peran partisipasi masyarakat,” kata Willyam Nuwa Wea dalam keterangannya, Selasa (13/10).
Forum ini, jelasnya, akan memberdayakan potensi kaum muda NTT, meningkatkan keterampilan dan tanggung jawab bela negara, demi mempertahankan Pancasila sebagai ideologi negara di tengah ancaman ideologi khilafah.
Manurut Willyan “kaum muda NTT memiliki potensi untuk diberdayakan untuk mengisi peran-peran kontra radikalisasi (kontra narasi, kontra propaganda dan kontra ideologi).”
Sementara itu, Petrus Selestinus mengatakan isu intoleransi dan radikalisme mulai muncul di NTT, khususnya wilayah Kupang, Flores dan Sumba. Isu ini, kata Petrus, ditenggarai sedang dikembangkan oleh para mantan anggota atau pengurus Hizbut Tahrir Indonesia (HTI).
Petrus menjelaskan, upaya para mantan anggota HTI menanamkan ideologi khilafah di beberapa Kabupaten di NTT, meski dilakukan atas nama dakwa, tetapi pesan-pesan benada kebencian antar umat sangat terasa.
“Karena itu, meskipun dalam skala yang kecil, kami dari diaspora NTT tidak mau terlambat untuk mencegah. Karena sudah mulai mengganggu kohesivitas antar umat beragama dalam ikatan kultur yang beragam tetapi tetap solid,” jelasnya.
Petrus menekankan perlunya mewadahi kelompok generasi muda dalam suatu wadah ormas dengan kemasan budaya seperti Pecalang di Bali. Nantinya, kata dia, ormas diberikan pelatihan dan pembekalan tentang pentingnya menjaga nilai-nilai Pancasila, merawat kebhinekaan sebagai kekayaan budaya warisan nenek moyang,
“Sehingga ormas-ormas ini menjadi mitra pemerintah atau BNPT dalam kerjasama mencegah dan memberantas Intoleransi, radikalisme dan terorisme, yang mulai muncul di beberapa Kabupaten di NTT,” kata dia.
Petrus mengatakan, Kepala BNPT Boy Rafli Amar menyambut baik masukan dan usulan para tokoh diaspora Flobamora ini. Dia juga meminta agar para tokoh segera mengkoordinir kelompok orang muda NTT untuk rencana tersebut.
“BNPT siap menerjunkan timnya ke NTT termasuk ke Flores, Sumba, untuk meningkatkan kapasitas kelembagaan kelompok masyarakat adat, ormas-ormas adat agar berperan aktif menjaga dan merawat adat budayanya guna menangkal bahaya intoleransi dan radikalisme, agar kepentingan strategis nasional yaitu menjaga keutuhan dan kedaulatan NKRI serta mempercepat terwujudnya kesejahteraan rakyat, tidak terhalang oleh gerakan radikalisme,” kata Petrus mengulang pernyataan Boy Rafli.
Kombespol I Ketut Swijana Kassubdit Dit Intelkm Polda NTT sebelumnya mengatakan sejumlah kabupaten di NTT dinyatakan rawan radikalisme.
Beberapa kabupaten yang dinyatakan rawan radikalisme tersebut antara lain, Ende, Belu, Lembata, Manggarai Barat, Sumba Timur, dan Kota Kupang.
Ia katakan, di Kota Kupang ada tiga napi teroris (napiter) dan organisir paham radikalisme yang perlu diwaspadai.
“Ada sekitar 20 an eks pengikut HTI di Kota Kupang, ini perlu kita waspadai jangan sampai mereka diam-diam sebarkan paham radikalisme,” katanya seperti dilansir Pos Kupang.
Sementara di Belu ada satu napiter. Sedangkan di Lembata, kata Ketut, ada aliran Ahmadyah. Menurutnya, Ahmadyah bukan radikal seperti radikal seperti ISIS atau HTI tapi aliran sesat sehingga perlu diwaspadai. Di Kabupaten lain, yakni Ende dua napiter dan Sumba Timur dua napiter.
Dikatakan, Manggarai Barat paling rawan radikalisme karena berbatasan langsung dengan Kabupaten Bima, Nusa Tenggara Barat (NTB) yang merupakan provinsi dengan tingkat kerawanan sangat tinggi.
Bahkan, Ketut menyebut, Kabupaten Bima boleh dikatakan, sebagai produsen teroris.
“Di lapas-lapas di NTT saja ada 4 napi teroris belum lagi di Provinsi lain,” katanya sambil menyebut di NTB ada kelompok Khilafatuh Muslimin, visi kelompok ini yakni mendirikan khilafah mulai dari Indonesia.
Alexander AN
Komentar